Jurnal Maritim edisi 5 | Page 58

PERSPEKTIF Selat Malaka dalam Momentum 2014 A sia Tenggara memiliki jalur pelayaran penting bagi perdagangan dunia, di antaranya Selat Malaka dan Singapura, Sunda, dan Lombok. Dari keempat titik tersebut, Selat Malaka merupakan jalur tersibuk dan memiliki nilai signifikan bagi negara pantai (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dan negara pengguna. Selat terpendek yang menghubungkan pelabuhanpelabuhan India dengan Teluk Persia, serta menjadi pintu masuk antara pelabuhan-pelabuhan Eropa via Terusan Suez dan Laut Merah dengan daratan Asia Timur ini menjadi arena pertarungan kepentingan politik dan komersial berbagai negara. Kontestasi Sifat strategis Selat Malaka sebagai jalur komunikasi laut utama ini telah menyebabkan banyak negara ingin mengontrolnya, termasuk Amerika Serikat, China, Jepang dan India. Tak hanya itu, Negara-negara dengan kekuatan laut di kawasan juga bersaing untuk mendominasi jalur maritim di Asia ini. Persaingan ini dipicu oleh kepentingan ekonomi pelbagai negara yang terus membesar dari tahun ke tahun. Jepang, misalnya, 58 Maritim JURNAL hampir 80 persen pasokan minyaknya diimpor dari Timur Te ngah melalui Selat Malaka. Ditambah lagi karakter geografisnya sebagai negara kepulauan, miskin alokasi sumber daya, dan jauhnya jarak dengan pemasok energi, bahan baku dan makanan menjadikan Jepang menaruh perhatian terhadap pentingnya keamanan pelayaran di selat ini. Tak jauh berbeda, India juga memberikan perhatian ekstra terhadap keamanan jalur pelayaran ini dari ancaman pembajakan dan terorisme. Hal ini didorong oleh karena lebih dari 50 persen produkproduk perdagangannya diangkut melintasi Selat Malaka. China, kekuatan besar baru di kawasan Asia Timur, juga sangat tergantung pada Selat Malaka untuk perdagangan dan transportasi energinya. Signifikansi kepentingan strategis China terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini, sekitar 60 persen minyak mentah yang diimpor China berasal dari Timur Tengah, dan angka ini diprediksi meningkat menjadi 75 persen di tahun 2015. Minyak dari Teluk Persia dan Afrika dikirim ke China melalui Selat Malaka, Lombok atau Makassar. Selat Malaka; (2) sekitar 72 persen kapal tanker melewati jalur ini dan hanya 28 persen lainnya melalui Selat Makasar dan Selat Lombok; dan (3) Perputaran uang di selat ini berkisar antara US$84 miliar hingga US$250 miliar per tahunnya. Dilihat dari jumlah kapal, dalam hitungan tahun terdapat lebih dari 60.000 kapal yang berlayar melintasi Selat Malaka dengan membawa aneka macam kargo, dari minyak mentah hingga produk jadi yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Angka ini hampir 3 kali lipat dari jumlah kapal yang berlayar melalui Terusan Panama dan lebih dari 2 kali lipat dari Terusan Suez. Cleary dan Chuan (2000: 133-4) menyebutkan bahwa: (1) sekitar 200 kapal per hari dan 150 tanker tiap menitnya melewati perairan Bagaimana dengan Indonesia? Dalam kenyataannya, laut dipandang bukan sebagai yang “utama”, sehingga ada ungkapan Kepentingan ekonomi pelbagai negara di Selat Malaka memicu terjadinya peningkatan kekuatan militer. Seperti dicatat IHS Jane’s Defence (2013), jumlah anggaran pertahanan global diperkirakan akan mencapai 1,65 triliun dollar AS pada tahun 2021. Pada tahun 2012, Amerika Serikat menyumbang 656,21 miliar dollar AS; China 126,29 milliar dollar AS, Jepang 65,67 dollar AS, dan India 44,55 dollar AS. Paradoks